Rabu, 08 Juni 2016

PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DI SEKOLAH DASAR

Ilmu pengetahuan alam, yang sering disebut juga dengan istilah pendidikan sains, disingkat menjadi IPA. IPA merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang sekolah dasar. Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang selama ini dianggap mata pelajaran yang sulit oleh sebagian besar peserta didik, dimulai dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah. Anggapan sebagaian besar peserta didik yang menyatakan bahwa pelajaran IPA ini sulit adalah benar terbukti dari hasil peroleha Ujian Akhir Sekolah (UAS) yang dilaporkan oleh Depdiknas masih sangat jauh dari standar yang diharapkan. Ironisnya, justru semaki tinggi jenjang pendidikan, maka perolehan rata-rata nilai UAS pendidikan IPA ini menjadi semakin rendah.

Dalam proses belajar mengajar, kebanyakan guru hanya terpaku pada buku teks sebagai satu-satunya sumber belajar mengajar. Hal lain yang menjadi kelemahan dalam pembelajaran IPA adalah masalah teknik penilaian pembelajaran yang tidak akurat dan menyeluruh. Proses penilaian yang dilakukan selama ini  semata-mata hanya menekankan pada penguasaan konsep yang dijaring dengan tes tulis objektif dan subjektif sebagai alat ukurnya. Dengan cara penilaian seperti ini, berarti pengujian yang dilakukan oleh guru baru mengukur penguasaan materi saja dan itupun hanya meliputi ranah kognitif tingkat rendah. Keadaan semacam ini merupakan salah satu indikasi adanya kelemahan pembelajaran di sekolah.

Penyebab utama kelemahan pembelajaran tersebut adalah karena kebanyakan guru tidak melakukan kegiatan pembelajaran dengan memfokuskan pada pengembangan ketrampilan proses sains anak. Pada akhirnya, keadaan semacam ini yang menyebabkan kegiatan pembelajaran dilakukan hanya terpusat pada penyampaian materi dalam buku teks saja. Keadaan seperti ini juga mendorong siswa untuk berusaha menghafal pada setiap kali akan diadakan tes atau ulangan harian atau hasil tes belajar, baik ulangan tengah semester (UTS) maupun ulangan akhir semester (UAS).

Dari uraian hakikat IPA di atas, dapat dipahami bahwa pembelajaran sanis merupakan pembelajaran berdasarkan pada prinsip-prinsip, proses yang mana yang dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap konsep-konsep IPA. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di sekolah dasar dilakukan dengan penyelidikan sederhana dan bukan hafalan terhadap kumpulan konsep IPA. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut, pembelajaran IPA akan mendapatkan pengalaman langsung melalui pengamatan, diskusi dan penyelidikan sederhana. Pembelajaran yang demikian akan dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa yang diindikasikan dengan merumuskan masalah, menarik kesimpulan, sehingga berpikir kritis melalui pembelajaran IPA.

Banyak hasil penelitian yang menjadi bukti bahwa keunggulan inkuiri sebagai model dan strategi pembelajaran, akan tetapi masih banyak guru yang merasa keberatan atau tidak mau melaksanakan model pembelajaran inkuiri. Padahal model pembelajaran inkuiri dianggap sebagai model yang paling pas dalam pembelajaran sains ini.

Pembelajaran inkuiri yang mensyaratkan keterlibatan siswa aktif terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak terhadap sains. Metode inkuiri dapat membantu perkembangan, antara lain: literasi sains dan pemahaman proses-proses ilmiah. Pengetahuan perbendaharaan kata, pemahaman konsep, berpikir kritis, dan bersikap positif. Dapat disimpulkan bahwa metode inkuiri tidak saja meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dalam sains saja, melainkan juga membentuk sikap keilmiahan pada siswa. Inkuiri merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu. Dengan demikian, inkuiri dapat merangsang kegiatan berpikir siswa, seperti: berpikir urutan, bertentangan, asosiasi, kasusalitas, konvergen, divergen, dan berpikir silogisme.




0 komentar:

Posting Komentar