Ilmu pengetahuan alam, yang sering disebut juga dengan istilah
pendidikan sains, disingkat menjadi IPA. IPA merupakan salah satu mata
pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang
sekolah dasar. Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang selama ini
dianggap mata pelajaran yang sulit oleh sebagian besar peserta didik, dimulai
dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah. Anggapan sebagaian besar
peserta didik yang menyatakan bahwa pelajaran IPA ini sulit adalah benar
terbukti dari hasil peroleha Ujian Akhir Sekolah (UAS) yang dilaporkan oleh
Depdiknas masih sangat jauh dari standar yang diharapkan. Ironisnya, justru
semaki tinggi jenjang pendidikan, maka perolehan rata-rata nilai UAS pendidikan
IPA ini menjadi semakin rendah.
Dalam proses belajar mengajar, kebanyakan guru hanya terpaku
pada buku teks sebagai satu-satunya sumber belajar mengajar. Hal lain yang
menjadi kelemahan dalam pembelajaran IPA adalah masalah teknik penilaian
pembelajaran yang tidak akurat dan menyeluruh. Proses penilaian yang dilakukan
selama ini semata-mata hanya menekankan
pada penguasaan konsep yang dijaring dengan tes tulis objektif dan subjektif
sebagai alat ukurnya. Dengan cara penilaian seperti ini, berarti pengujian yang
dilakukan oleh guru baru mengukur penguasaan materi saja dan itupun hanya
meliputi ranah kognitif tingkat rendah. Keadaan semacam ini merupakan salah
satu indikasi adanya kelemahan pembelajaran di sekolah.
Penyebab utama kelemahan pembelajaran tersebut adalah karena
kebanyakan guru tidak melakukan kegiatan pembelajaran dengan memfokuskan pada
pengembangan ketrampilan proses sains anak. Pada akhirnya, keadaan semacam ini
yang menyebabkan kegiatan pembelajaran dilakukan hanya terpusat pada
penyampaian materi dalam buku teks saja. Keadaan seperti ini juga mendorong
siswa untuk berusaha menghafal pada setiap kali akan diadakan tes atau ulangan
harian atau hasil tes belajar, baik ulangan tengah semester (UTS) maupun ulangan
akhir semester (UAS).
Dari uraian hakikat IPA di atas, dapat dipahami bahwa
pembelajaran sanis merupakan pembelajaran berdasarkan pada prinsip-prinsip,
proses yang mana yang dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap
konsep-konsep IPA. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di sekolah dasar dilakukan
dengan penyelidikan sederhana dan bukan hafalan terhadap kumpulan konsep IPA.
Dengan kegiatan-kegiatan tersebut, pembelajaran IPA akan mendapatkan pengalaman
langsung melalui pengamatan, diskusi dan penyelidikan sederhana. Pembelajaran
yang demikian akan dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa yang diindikasikan
dengan merumuskan masalah, menarik kesimpulan, sehingga berpikir kritis melalui
pembelajaran IPA.
Banyak hasil penelitian yang menjadi bukti bahwa keunggulan
inkuiri sebagai model dan strategi pembelajaran, akan tetapi masih banyak guru
yang merasa keberatan atau tidak mau melaksanakan model pembelajaran inkuiri.
Padahal model pembelajaran inkuiri dianggap sebagai model yang paling pas dalam
pembelajaran sains ini.
Pembelajaran inkuiri yang mensyaratkan keterlibatan siswa
aktif terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak terhadap
sains. Metode inkuiri dapat membantu perkembangan, antara lain: literasi sains
dan pemahaman proses-proses ilmiah. Pengetahuan perbendaharaan kata, pemahaman
konsep, berpikir kritis, dan bersikap positif. Dapat disimpulkan bahwa metode
inkuiri tidak saja meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dalam
sains saja, melainkan juga membentuk sikap keilmiahan pada siswa. Inkuiri
merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan
secara rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu. Dengan
demikian, inkuiri dapat merangsang kegiatan berpikir siswa, seperti: berpikir
urutan, bertentangan, asosiasi, kasusalitas, konvergen, divergen, dan berpikir
silogisme.
0 komentar:
Posting Komentar